tips menyukai pelajaran yang tidak disukai

Rasa-rasanya, kalo udah benci sama pelajaran tertentu tuh nyiksa
banget. Jangankan mau belajar atau ngerjain soalnya, nyentuh bukunya aja
udah males, dengerin suara langkah guru masuk kelas aja bawaannya udah
ngantuk dan nggak semangat. Tanpa sadar, rasa benci ini berkembang
bertahun-tahun makin lama makin akut. Sekolah gak enjoy, ada tugas
nyalin punya temen terus, ulangan nyontek, kalo belajar selalu
nunda-nunda terus, soalnya rasanya terpaksa dan nyiksa banget.
"Ya tapi mau gimana lagi, kalau udah benci sama pelajaran tertentu harus gimana lagi dong? Kalau udah benci, emang bisa sayang?"
Nah, kali ini, gue mau berbagi
insight kenapa sih kita bisa
jadi benci gitu sama suatu mata pelajaran. Trus, gue juga bakal beberin
gimana caranya mengatasi rasa tidak suka itu. Oke, sebelumnya gue mau
share
hasil polling yang udah dibikin zenius beberapa waktu lalu. Itu lho
yang tentang Mata Pelajaran yang Disukai dan Dibenci. Nah berikut ini
gue tampilin dulu daftar urutan mata pelajaran yang dibenci :

Oke,
so pelajaran yang dibenci ternyata didominasi pelajaran
Fisika, Matematika, Kimia, dan Sejarah. Apa yang menyebabkan kita nggak
suka sama mata pelajaran tertentu? Well, faktornya banyak sih emang
kita belum survey buat bisa diidentifikasi
core utama secara
serius akar permasalahannya apa. Tapi, gue mau coba bahas dari sudut
pandang disiplin ilmu yang gue pelajari (psikologi).
Yuk kita bedah satu per satu dulu.
Priming Effect
Secara sederhana, definisinya
Priming adalah
proses di memori implisit manusia yang bikin manusia mikir suatu hal
memiliki asosiasi dengan hal atau sifat-sifat tertentu secara gak sadar.
Nah, efek
priming inilah yang menjadi salah satu penyebab kenapa kita bisa benci/gak suka terhadap mata pelajaran tersebut.
Pada tahun 1996, seorang
social psychologist bernama John Bargh melakukan eksperimen
unik banget, Pada eksperimen ini, ada 60 orang yang berpartisipasi. 30
orang partisipan pertama di ruangan itu diminta untuk menyusun kalimat
berisi kata-kata yang berkaitan usia tua, misalnya
"bijaksana, sabar, berhati-hati",
dsb . Sedangkan 30 orang partisipan sisanya diminta untuk menyusun
kata-kata yang sifatnya netral dan tidak ada kaitannya dengan usia,
seperti
"kreatif, semangat, berjuang", dsb.
Tanpa sadar, sebetulnya kecepatan berjalan mereka ketika memasuki
(sebelum menjalani test) dan meninggalkan ruangan (setelah menjalani
test) dihitung dengan menggunakan semacam sensor. Kemudian, kecepatan
berjalan mereka setelah menyusun kata-kata tersebut (meninggalkan
ruangan) dibandingkan dengan kecepatan berjalan mereka sebelum menyusun
kata-kata (memasuki ruangan).
Hasilnya, partisipan yang
di-prime dengan kata-kata yang berkaitan dengan usia tua, jalannya lebih lambat daripada partisipan yang
di-prime
dengan kata-kata netral. Supaya lebih gampang ngebayanginnya, kalian
bisa lihat video replikasi eksperimen John Bargh di video ini.
Nah,
priming ini juga berkaitan erat sama
stereotyping. Perempuan yang
di-prime dengan informasi bahwa
“laki-laki lebih pandai dibandingkan dengan perempuan” cenderung memiliki skor tes yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang tidak
di-prime
dengan hal tersebut. Efek yang sama juga terjadi dengan sekolah yang
mengambil kebijakan mengumpulkan siswa yang nilai akademisnya
tinggi jadi masuk "Kelas Unggulan" dan memisahkan siswa-siswa dengan
nilai yang akademis yang standard ke bawah sebagai "Kelas Non-Unggulan".
Nah, apakah sekolah lo ada yang masih aja memberlakukan kebijakan semacam itu?
"Tapi Apa hubungannya priming sama ketidaksukaan kita sama mata pelajaran di sekolah?"
Well, contohnya aja adalah pelajaran matematika. Biasanya
nih
banyak banget senior, temen, atau bahkan kakak kita yang bilang kalau
misalnya matematika itu susah, ribet, bikin pusing, dll. Karena di awal
udah
ke-prime seperti ini, secara gak sadar pas belajar matematika akan ngerasa semakin susah. Efeknya
priming ini sama kayak efek sugesti. Gimana cara mengatasinya? Ada beberapa hal yang bisa gue rekomendasiin:
- PERTAMA adalah coba setting kondisi lingkungan pergaulan lo
dengan menghindari bergaul dengan temen-temen yang sering mengirim
sinyal negatif satu sama lain. Sinyal negatif yang gue maksud itu
seperti "Duh, males banget pelajaran Fisika. Si Bapak X ngajarnya nggak asik banget deh. Bolos aja yuk!" atau contoh lainnya
"Gila yah gua udah belajar mati-matian buat Ulangan Pelajaran Kimia,
tapi tetep aja nilainya jelek. Kimia emang susah banget nempel ke otak
gue". Karena semakin lo sering dikelilingi oleh lingkungan yang ngasih sinyal negatif, semakin gedelah efek priming atau sugesti ini masuk ke alam bawah sadar lo.
- Alternatif solusi KEDUA itu mungkin rada aneh awalnya buat dilakuin, tapi asli ini ngaruh banget. Caranya adalah dengan sugestiin balik ke diri lo kalau lo suka sama mata pelajaran tersebut. Caranya bisa dengan hal-hal remeh misalnya dengan nulis “Matematika itu Pelajaran yang Asik!”
di buku catatan kalian. Atau sebelum lo masuk ke kelas, coba dulu
berdiri dengan tegak, taruh kedua tangan kalian di pinggang dan berkata “Gue suka matematika dan di kelas ini, gue akan belajar bener-bener supaya gue paham.”. Disarankan sih ini dilakukan di bilik toilet dan ngomongnya dalam hati untuk menghidari lo dikira orang aneh.

"Ah itu sih namanya nipu diri. Kalau udah
namanya benci ya benci. Mana mungkin secara ajaib bisa berubah jadi
suka dengan cara seperti itu doang!"
Saran gue yang kedua emang kedengarannya agak konyol dan remeh, mirip kayak ilmu
parapsychology atau bualan motivator banget, ya? Tapi, ternyata udah banyak
sosial eksperimen yang membuktikan bahwa sugesti seperti itu berkorelasi dengan level testosteron dan kortisol di otak kita. Testosteron itu adalah hormon yang mempengaruhi dominansi dan
power,
sedangkan kortisol adalah hormon stress. Dengan memberikan sugesti yang
tepat pada diri kita, secara tidak langsung, kita bisa "mengatur" kadar
kedua hormon tersebut, sehingga kita bisa kuat, tegas, dominan, tapi ga
asal reaktif terhadap stress. Dengan kata lain, kita bisa nge-
prime diri kita supaya punya
self-control yang baik, terutama ketika dihadapkan pada hal yang bikin stress, misalnya mata pelajaran di sekolah.
Metode semacam ini pastinya bukan jurus ajaib yang bisa mengubah
persepsi lo dalam sekejap, tapi dengan terus mencoba memberi sugesti
positif terhadap diri sendiri secara konsisten, maka secara gradual
persepsi kita bisa bener-bener berubah seperti yang diceritakan oleh Amy
Cuddy, seorang psikolog dari Harvard Business School pada saat
presentasi di TED
Talk di bawah ini :
Faktor Guru
Dulu gue sempet kesel ama guru Sejarah gue di SMA. Waktu UTS, ada
soal esai yang meminta gue menyebutkan tokoh pendiri NKRI. Gue jawablah
Tan Malaka, karena emang dia yang punya ide tentang Republik Indonesia.
Eh, nggak taunya disalahin ama guru gue. Dia bilang itu salah karena
info itu nggak ada di buku teks, hahaha. Setelah itu gue sadar kalo
banyak banget guru yang hanya terpaku pada sumber teksbook sekolah. Hal
ini sangat berpengaruh terhadap dinamika kegiatan belajar mengajar di
kelas. Ketika guru cuma fokus ke modul, kita nggak bisa mengeksplorasi
lebih lanjut ide-ide terkait pelajaran yang kita dapetin di kelas dan
bisa jadi, berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap pelajaran
tersebut.
Ada banyak penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi faktor motivasi belajar siswa di Sekolah. Hasilnya ternyata
faktor pendekatan mengajar dan metode mengajar yang digunakan GURU seringkali jadi hal yang paling berkorelasi terhadap motivasi belajar siswa.
Nah beberapa minggu sebelum artikel ini dimuat, blog ini sempet ngadain
survey kecil-kecilan tentang "Guru Favorit" dan "Mata Pelajaran Yang
Disukai". Jujur aja sih, emang sebetulnya tingkat realibilitas survey
ini masih belum bisa betul-betul oke, tapi ya lumayanlah iseng-iseng :

Ternyata dari survey iseng ini, lumayan keliatan juga pola-nya kalo
ternyata urutan dari mata pelajaran yang paling disukai juga hampir sama
dengan pelajaran yang gurunya asik kalo ngajar.
Kalo coba kita telaah lagi ke contoh gue sebelumnya tentang pelajaran
Sejarah, pelajaran Sejarah isinya kebanyakan nama-nama tokoh, tempat,
dan tahun-tahun. Ujung-ujungnya, kita seakan-akan dipaksa untuk ngafalin
hal-hal tersebut supaya bisa dengan lancar ngejawab pertanyaan yang
dibikin guru pada saat ujian.
Padahal, metode pembelajaran Sejarah tuh bisa dibikin seru dan gak
harus melulu mengacu ke buku teks sejarah. Sumber belajar kita tuh
banyak, loh! Bisa dari majalah-majalah sejarah kayak Historia, untuk
versi luar negeri misalnya BBC History atau History Today, atau dari
dengan baca sastra-sejarah seperti karya Pramoedya Ananta Toer, Umar
Kayam, dan sastrawan-sastrawan lainnya yang mengangkat tema sejarah.
Kalo lo perhatiin artikel-artikel sebelumnya, coba deh lo
tengok pembelajaran Sejarah yang seru di artikelnya Faisal yang ngebahas
Ultah Jakarta 22 Juni, Yakin nih? Sejauh
sepengetahuan gue, cerita sejarah seperti itu gak pernah dibahas di
textbook sejarah SMP/SMA tuh. Coba aja kalo pelajaran sejarah bisa
dikupas seseru dan sekocak tulisan Faisal itu di kelas, mana mungkin sih
kita bisa sanggup benci sama pelajaran Sejarah?
Motivasi Pribadi
Sebetulnya di blog ini, Wisnu udah pernah bahas dengan jelas,
Apa Sih Yang Bikin Kita Termotivasi? Sedikit
tambahan bahasan dari gue : motivasi pribadi lo dalam belajar itu
sebetulnya sangat dipengaruhi gimana lo memandang esensi dari pelajaran
itu sendiri. Kalau misalnya dari lo sendiri udah memandang bahwa
pengetahuan di mata pelajaran tertentu merupakan pengetahuan yang harus
lo hapal demi mendapatkan nilai ujian yang baik, maka hal itu akan
semakin membebani lo. Ketika lo terlalu fokus untuk ngehapalin informasi
yang ada di buku teks, kesempatan lo untuk mengeksplorasi informasi
yang lebih luas akan semakin kecil.
Menurut gue, pengetahuan yang ada di buku teks itu gak penting untuk
dihapal. Sekadar paham aja sudah cukup. Sisanya, lo bisa eksplorasi dari
sumber-sumber lain. Semakin kaya sumber informasi lo terkait
pengetahuan tersebut, maka semakin komprehensif juga pemahaman lo. Nah,
kalau pemahaman lo udah komprehensif, lo nggak perlu ngafalin lagi. Lo
akan hapal dengan sendirinya karena lo sudah familiar dengan pengetahuan
tersebut.
Nah, dalam memotivasi pribadi, lo juga bisa ngerubah
mindset
dan meningkatkan motivasi dengan baca tulisan Glenn tentang menerapkan
metode gamifikasi dalam proses belajar lo di sini >>
Kenapa Yah Belajar Kerasa Jadi Beban?
****
Terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan/ketidaksukaan
kita terhadap pelajaran tertentu, sebetulnya ilmu pengetahuan itu saling
berkaitan satu sama lain. Jadi, ketika kalian udah gak suka sama satu
cabang ilmu pengetahuan, bisa mempersempit kesempatan kalian untuk
mengetahui informasi lain. Jadi, sebetulnya rugi/sayang banget kalo lo
sekarang bisa suka sama pelajaran Biologi tapi malah benci sama
pelajaran Sosiologi.
Misalnya aja kalau kita suatu saat pingin jadi dokter dan tiba-tiba
ngehadepin pasien, alangkah bagusnya kalo kita gak hanya bergantung sama
ilmu kedokteran yang kita miliki untuk memberikan
treatment
terhadap orang tersebut. Akan jaauuuh lebih baik kalau kita
mengidentifikasi kondisi pasien dari berbagai segi, misalnya psikologis
dan lingkungan sosialnya, sehingga kita dapat analisis yang lebih
komprehensif.
Gak ada ruginya kok kalau lo ngedalemin banyak mata pelajaran,
terutama ketika lo masih duduk di bangku SMA, di mana dasar-dasar ilmu
pengetahuan kita bisa pelajarin. Apalagi semakin ke sini, semakin
berkembang juga cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dihasilin dari
integrasi disiplin ilmu-ilmu lain, kayak
Neuroeconomics, Computational Psychology, Behavioral Economics, dll.
Hal-hal yang gue jabarin barusan itu hanya segelintir dari sekian
banyak faktor yang mempengaruhi kenapa kita bisa benci sama mata
pelajaran tertentu. Kalau lo punya tambahan lain, silakan berikan
komentar dan kita diskusiin bareng-bareng.
Adieu!
PS. Zenius juga sempat mengupas topik ini dalam format video animasi, kamu bisa tonton videonya di bawah ini:
Sumber acuan:
http://www.psychologytoday.com/blog/unique-everybody-else/201212/think-man-effects-gender-priming-cognition
http://en.wikipedia.org/wiki/Priming_(psychology)
http://www.yale.edu/acmelab/articles/bargh_chen_burrows_1996.pdf
http://www.homepage.psy.utexas.edu/HomePage/Faculty/Josephs/pdf_documents/Josephs_et_al.pdf
sumber;zenius.com